Laut Bercerita; Sebuah Resensi Novel
Judul Buku: Laut Bercerita
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tebal: 379 hlm
ISBN: 9786024246945
Blurb;
Jakarta, Maret 1998 #
Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diintrogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Jakarta, Juni 1998
Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.
Jakarta, 2000
Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
Laut Bercerita, sebuah novel oleh Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan makam anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.
* * *
Buku dengan genre fiksi histori ini salah satu genre favoritku. Karena mengetahui sejarah dengan cara yang berbeda. Penulis mengangkat sebuah kejadian pada masa Orde Baru 98, dimana saat banyak aktivis yang ditangkap lalu menghilang tanpa jejak. Jika pembaca mengharapkan berbagai adegan kekjaman dan ketegangan mengenai kejadian tersebut, tidak di buku ini. Di buku Laut Bercerita ini penulis lebih berfokus kepada interaksi keluarga dan perasaan serta perjuangan keluarga untuk mencari jejak keluarganya yang menghilang, diceritakan begitu detail. Namun penggambaran dan kejadian saat beberapa aktivis disekap tidak kalah detail, hanya tidak intens saja konflik menegangkan saat orde baru di buku ini.
"Yang paling sulit adalah menghadapi ketidakpastian." Alex Perazon, hal 259
Aku suka cara penulis memecah POV kedalam dua sudut pandang dari dua tokoh utama dalam novel ini. Yaitu POV dari tokoh Biru Laut, menggambarkan bagaimana karakter dan pandangan Laut terhadap Indonesia pada saat itu. Bagaimana jiwa revolusioner-nya tergerak, bagaimana memilukannya saat Laut dalam masa pencairian, serta bagaimana putus asanya mereka yang 'diculik' menghadapi hari-hari penyekapan. Sedangkan POV kedua diambil dari tokoh Asmara Jati, adik perempuan Biru Laut. Seorang mahasiswa kedokteran yang lebih memiliki pemikiran rasional dan logis, terutama saat menghadapi bahwa kakak laki-lakinya adalah salah satu mahasiswa yang nasibnya belum diketahui hingga saat ini.
"Peristiwa yang tak nyaman atau menyakitkan tidak perlu dihapus, tetapi harus diatasi." Asmara Jati, hal 313
Latar Indonesia pada tahun 1998-nya begitu nyata, begitu jelas tergambarkan dalam rangkaian diksi yang indah dan penuh makna. Aku pribadi hanya melihat dari cover buku ini sudah merasakan kepiluan, dan penuh ketidak pastian. Beberapa kali aku merasa tidak nyaman saat membaca buku ini, entah kenapa. Bukan, bukan ceritanya yang jelek atau aneh. Namun karena isi cerita, konflik yang diangkat, serka pergolakan batin tiap tokohnya yang membuat perasaan tidak nyaman tersebut muncul sesekali.
Disamping kekejaman masa Orde Baru yang diangkat oleh Leila dalam kisah Laut Bercerita, aku malah berpikir, bagaimana jika kejadian 98 itu hanya sebuah umpan semata untuk melengserkan presiden saat itu? Bagaimana pemberontakan para aktivis tersebut hanya dimanfaatkan semata atau dilihat sebagai "aji mumpung" oleh para elit politik untuk menggeser kekuasaan dan ujungnya mereka ingin merasakan kekuasaan di negeri ini? Bagaimana kejadian penghilangan paksa 13 orang mahasiswa pada tahun 1998 itu mereka jadikan sebagai pion dan kartu truf untuk menurunkan paksa presiden saat itu juga?
Jika benar, mungkin mereka berpikir bahwa mahasiswa yang hilang itu adalah hanya sebuah pengorbanan kecil untuk revolusi. Tapi hingga saat ini para elit politik tetap bungkam dan enggan mengangkat kasus tersebut hingga tuntas.
Teruntuk Biru Laut, situasi Indonesia saat ini tidak lebih baik dari sebelumnya. Masih tetap "terjajah" oleh para Tikus Berdasi.
"Ada dua hal yang selalu menghantui orang miskin di Indonesia; kemiskinan dan kematian." Bram, hal 28
Terakhir, aku kasih buku ini 4 bintang dari 5. Aku begitu menikmati kisah Biru Laut. Buku ini hanya cocok dibaca oleh orang dewasa. Karena disamping adegan kekerasan dan penyiksaan, ada juga part yang terlalu vulgar untuk dibaca remaja dibawah umur. Bagian yang tidak aku sukai di buku-buku sastra.
Komentar
Posting Komentar