Review Critical Eleven
Judul Buku : Critical Eleven
Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 344 Halaman
ISBN : 9786020318929
Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 344 Halaman
ISBN : 9786020318929
Blurb
;
Dalam
dunia penerbangan, dikenal istilah critical
eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah
take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan
puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas
menit itu. It's when the aircraft is most
vulnerable to any danger.
In a way, it's kinda the same with meeting
people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan
pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika
senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah
itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Ale
dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit
pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan
saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah
Ale yakin dia menginginkan Anya.
Kini,
lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi
besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil,
termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama
mereka.
Diceritakan
bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta
atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.
***
Novel ini berkisahkan tentang
sepasang kekasih yang dulu berkenalan di sebuah pesawat terbang dengan tujuan
Sydney, Australia. Anya dan Ale. Di mana mereka akhirnya memilih meneruskan
hubungan ke jenjang pernikahan setelah setahun berpacaran. Anya berpendapat
bahwa, berani menjalin hubungan berarti menyerahkan sebagian kendali atas
perasaan kita kepada orang lain. Menerima fakta bahwa sebagian dari rasa kita
ditentukan oleh orang yang menjadi pasangan kita. That you’re only as happy as the least happy in a relationship
(halaman 7).
Awal pernikahan mereka begitu
lancar, begitu baik-baik saja. Walaupun Ale bekerja di rig dan Anya di Jakarta, mereka tak pernah mempermasalahkan waktu
bertemu mereka yang sangat jarang sekali. Namun setelah mereka menikah, sebuah
masalah muncul dalam kapal rumah tangga mereka. Sehingga membuat hubungan Anya
dan Ale merenggang. Anya pun mulai menghindari pembicaraan dengan Ale, ingin
melupakan segala kenangan manis yang pernah dilalui bersama suaminya. Kita sebenarnya
tidak punya kendali untuk memilih mana yang bisa terus kita ingat, dan mana
yang bisa kita lupakan. It fucks with
your mind, memerkosa kemerdekaan memilih, tanpa ampun, dan tidak ada yang
bisa dilakukan jika kita membiarkan hidup kita dikuasai ingatan yang seharusnya
kita buang jauh-jauh (halaman 22).
Mungkin pepatah ‘Mulut mu harimau mu’ cocok dengan
konflik yang terjadi di novel ini. Karena Ale─sang suami─salah bicara kepada
istirinya. Sehingga api pertengkaran mulai menyala di tengah-tengah hubungan
rumah tangga mereka, Anya merasa sakit hati dengan perkataan suaminya yang
seolah-olah menyalahkannya atas masalah yang sedang dihadapi oleh mereka berdua.
Kalimat itu Ale ucapkan dengan pelan, tapi efeknya seperti gempa yang nggak berhenti berguncang sampai hari ini (halaman 81).
Awan kelabu di atas rumah tangga
mereka masih menggantung, mereka masih saja memelihara atmosfer kesedihan dan
kekecewaan yang amat sangat mereka rasakan. Walau sudah enam bulan berlalu, namun
mereka memilih berduka dengan cara yang berbeda, dengan cara terpisah mereka
berusaha menyembuhkan luka itu masing-masing. Kata orang, waktu bisa
menyembuhkan semua luka, namun duka tidak semudah itu bisa terobati oleh waktu (halaman
95).
Semenjak tidak adanya kemajuan
yang berarti dari pertengkaran mereka. Ale mulai berusaha untuk meminta maaf
dan membahas masalah yang sudah dibuatnya dari awal hingga mereka dapat
menemukan titik akhir untuk menyelesaikan masalah mereka. Namun Anya tak
semudah itu tergoyahkan dengan usaha-usaha yang sudah suaminya lakukan agar
dirinya mau berbicara dengan sang suami. Ujian keimanan seorang lelaki itu
bukan waktu ketika dia digoda oleh uang, perempuan, atau kekuasaan seperti
banyak yang dikatakan orang-orang. Ujian keimanan itu sesungguhnya adalah
ketika yang paling berharga dalam hidup laki-laki itu direnggut beitu saja,
tanpa sebab apa-apa, tanpa penjelasan apa-apa, kecuali bahwa itu sudah
takdirnya (halaman 121).
Ale tak mau menyerah begitu
saja, ia sudah berniat agar berbaikan dan segera menyelesaikan masalah dengan
istrinya sebelum ia kembali kerja di rig.
Petuah dari sang Ayah pun menjadi bekal untuk menghadapi lautan amarah Anya
yang tersimpan dalam-dalam di hati istrinya.
Istri itu seperti biji kopi sekelas Panama Geisha dan Ethiopian
Yirgacheffe. Kalau kita sebagai suami─yang membuat kopi─memperlakukannya tidak
tepat, rasa terbaiknya tidak akan keluar. Yang penting kita tekun, sabar, penuh
kesungguhan (halaman 56). Bagaimana cara Ale dan Anya berusah menyelesaikan
masalah dalam bahtera rumah tangga mereka? Sorry,
I wan’t spoil you. Just read this
fuckin awesome novel, and you cam learn about household’s problem when you get
married later.
Novel ini benar-benar mengajarkan
bagaiman kita harus bersikap dan mengambil tindakan ketika kita dihadapkan oleh
sebuah masalah dalam rumah tangga nanti. Dengan penuturan bahasa yang luwes dan
lugas, Ika Natassa membuat cerita dalam
novel ini menjadi dua sudut pandang dengan pemilihan bahasa yang sangat cerdas.
Penuturan Ale dan Anya memiliki cara pandang yang berbeda saat mereka
menceritakan masalah dan kenangan yang mereka simpan sendiri kepada pembaca. Bahkan
pemikiran Ale sebagai seorang pria dan suami dalam mengungkapkan kekecewaannya
membuat pembaca ikut larut dalam kesedihannya. Tidak hanya tokoh utama yang
berperan besar dalam cerita ini, bahkan seluruh tokoh figuran yang ada dalam
novel berperan penting dan terkesan ikut menghidupi cerita yang ditulis oleh
Ika Natassa. Mengajak pembaca untuk ikut merasakan masalah yang sedang dihadapi oleh kedua tokoh utamanya, dan sebagai pembaca pula saya baru kali ini tak dapat menjudge para tokoh yang berperan dengan memandangnya sebelah mata.
Sebuah novel yang patut untuk
dibaca, karena tidak hanya menghibur namun juga mengandung pesan-pesan yang dapat
dipetik oleh pembaca. ‘Karena nila
setitik, rusak susu sebelanga’, adalah salah satu pesan yang ingin
disampaikan penulis. Gara-gara satu ucapan yang salah, merusak
sebuah hubungan yang terlihat paling sempurna dan bahagia di dunia. Hanya begitu
saja, hanya karena sebuah kalimat yang menyakitkan hati pasangannya, nyaris
membuat perahu yang mereka naiki hancur di tengah laut kehidupan rumah tangga.
Novel ini benar-benar cocok untuk
dibaca kalangan remaja dewasa, karena memiliki pesan bahwa sebuah pernikahan itu
bukan hal yang gampang untuk dihadapi, banyak sekali masalah yang akan dihadapi
oleh mereka di dalam sebuah rumah tangga. Bahwa tokoh yang diceritakan sudah
dewasa, mandiri, dan mapan ini pun bisa nyaris menghancurkan rumah tangga
mereka. Tentunya alangkah baiknya jika para muda-mudi masa kini untuk
menyiapkan pengalaman, ilmu, dan mental lahir batin sebelum mereka berpikir
untuk memutuskan menikah muda.
Saya harap pemeran Ale dan Anya
bisa memerankan tokoh tersebut dengan baik, dan juga tidak adanya pemotongan
konflik inti yang terlalu banyak dari cerita yang ada di novel yang akan
disadur kedalam film layar lebar nanti. Terakhir, saya benar-benar sudah tidak
sabar menanti peran Ale yang akan diperankan oleh Reza Rahadian. Membayangkan
dia sebagai Ale yang jago membuat kopi dan mencintai istrinya sepenuh hati.
Errr.. seriously can’t wait the film!!
PS. four stars for this novel, really recomended!
#bookreview
It's good teh Erika, mampir juga di blog saya mengenai Sinopsis Novel Anak Rantau Karya Ahmad Fuadi. https://dewirima6.blogspot.com/2018/07/contoh-hasil-wawancara-pengusaha-cincin.html
BalasHapus