Review Dance for Two
Judul Buku : Dance for Two
Penulis : Tyas Effendi
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 238 Halaman
ISBN : 979-780-672-3
Blurb;
Saya terjebak
dalam cerita yang saya mulai sendiri. Saya selalu membiarkanmu mengacaukann
kata-kata yang sudah saya urutkan, membiarkanmu memenggal kepala huruf-huruf
yang sudah berbaris rapi itu. Saya pun menikmati setiap cara yang saya lakukan
untuk merangkainya kembali, lalu menyusunnya menjadi mozaik baru yang kamu
suka.
Ini tentangmu,
percayalah. Bagian mana dari dirimu yang tidak saya tahu? Tak ada satu celah
pun yang terlewat ; setiap potong kehidupanmu adalah gambaran paling jelas yang
tersimpan dalam benak saya. Setiap langkahmu adalah jejak tanpa putus yang
tercetak di atas peta saya.
Saya tidak ingin
selamanya menjadi rahasia. Saya hidupkan kamu dalam cerita.
* *
*
Cerita
dalam cerita. Mungkin kata itu lah yang dapat menunjukan tentang novel ini.
Idenya sungguh unik. Bercerita tentang seorang secret admirer yang
selalu mengikuti keseharian seorang pria bernama Albizia asal Indonesia
saat sedang berkuliah di Kopenhagen. Caja-si secret admirer-mengetahui segala hal tentang pria
tersebut. Namun Caja lebih memilih mengaguminya dari jauh, tanpa sepengetahuan
pria tersebut. Sebenarnya Caja pun seorang seorang mahasiswi Indonesia yang
sedang kuliah di sana. Namun karena memiliki keturunan Kopenhagen dari
Ayahnya, ia memiliki nama seperti seorang Danish.
Namun
cintanya ternyata bertepuk sebelah tangan, ia tahu bahwa Albizia masih
mencintai dan mengarapkan kekasihnya yang sudah meninggal itu. Saat itu semua
keluh kesahnya ia tumpahkan kepada Nikolaj. Seorang pria Danish
yang selalu ada untuk Caja kapanpun ia butuhkan. Niko selalu sabar mendengarkan
cerita-cerita tentang Albizia dan perasaan kecewa Caja saat mengetahui bahwa
orang yang dikaguminya masih memiliki perasaan pada mantan kekasihnya itu. Saya
lebih setuju Niko bersama Caja sih di ending-nya.
Ketika
Albizia sudah pergi meninggalkan Kopenhagen, Caja menuliskan semua
ceritanya saat menjadi seorang secret admirer. Kemudian ia mengirimkan
naskah novel tersebut kepada Ibunya yang berada di Yogyakarta untuk mengirimkan
naskah tersebut kepada penerbit yang berdomisili di sekitar kotanya saja. Namun
siapa sangak, Ibunya malah mengirimkan ke penerbit Selasar yang baru saja
membuka cabang di Yogyakarta. Di penerbit itu lah Ayah Albizia bekerja dan
ternyata yang menjadi editor naskah Caja adalah Albizia sendiri.
Dari
situlah mereka mulai dekat dan mengobrol banyak hal. Karena pada saat di Kopenhagen
Caja hanya berkesempatan bertemu sebentar dengan Albizia. Awalnya Albizia tidak
sadar bahwa naskah tersebut menceritakan tentang dirinya. Namun setelah
beberapa bab selanjutnya ia pun muali merasa familiar dengan kisah yang ada di
dalam novel tersebut. Kemudian konflik pun terjadi saat Albizia tahu bahwa
naskah itu memang benar menceritakan kehidupannya saat berada di Kopenhagen
tiga tahun lalu.
Penulis
di sini membuat alur maju mundur dan menggunakan multi POV 1. Namun cara
bercerita dan memilih kata-katanya lah yang membuat pembaca tidak pusing saat
membaca alur yang maju mundur tersebut. Malah saya begitu menikmati setiap alur
dan kalimat yang mbak Tyas tuliskan di novel ini. Tapi saya lebih menyukai
cerita pada saat Caja masih berada di Kopenhagen dan berjuang mengetahui
segala hal tentang pria bernama Albizia itu. Dibandingkan dengan saat dirinya
sudah kembali ke Indonesia dan dengan kebetulannya bertemu Albizia yang menjadi
editor naskahnya sendiri. Karena menurutku sebuah cerita penuh perjuangan demi
mengetahui apapun tentang seseorang yang sedang kita sukai itu lebih romantic.
Hehehe
Saya
kasihan dengan Nico, ngarepnya sih Caja jadian sama Nico. Ternyata nggak. Kalau
gitu, Nico-nya buat saya saja ya mbak. Yah yah yah XD Yep, tokoh favorit
saya adalah seorang pria Danish yang memiliki sifat sabar dan
pengertian. Hohoho berharap bertemu dengan orang bule seperti itu. Eh udah
pernah nemu deng, hehe :3
Saya kasih rating
3 of 5 leaves.
Komentar
Posting Komentar