Review Unforgettable: Tentang Cinta yang Menunggu
Judul Buku : Unforgettable
Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 171 Halaman
ISBN : 979-780-541-7
Blurb ;
Ini adalah suatu kisah dari sang waktu
tentang mereka yang menunggu. Cerita seorang perempuan yang bersembunyi di
balik halaman buku dan seorang lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku
tidur sang perempuan.
Ditemani krat-krat berisi vintage wine
yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam gelas, derit
kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil di dalam ingatan.
Pertemuan pertama telah menyeret keduanya
masuk ke pusaran yang tak bisa dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama
terkubur oleh waktu di dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua
kata yang ia tahu untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki
itu.
Sekali lagi, ini adalah sepotong kisan dari
sang waktu tentang menunggu. Kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan
kemudian bertemu cinta.
* *
*
Perempuan itu selalu duduk di pojokan
kedai wine, selalu berhadapan dengan laptopnya, mengetik sesuatu. Namun
ia selalu kehilangan konsentrasinya saat lelaki itu bearada dalam kedai wine
tersebut. Lelaki itu hanya diam berjam-jam duduk di pojokan ruangan,
mengisap beberapa tembakau, dan hanya meminum wine yang sama. Cabernet
Sauvignon. Malam itu mata mereka betemu pandang. Saat lelaki itu menghampirinya,
saat lelaki itu berkata ingin duduk di hadapnnya, saat pertamakalinya mereka
tersenyum membicarakan apa saja, saat itulah perempuan itu merasakan sesuatu di
hatinya yang sulit didefinisikan olehnya. Perempuan dan lelaki itu tidak saling
mengenal, namun mereka saling berbagi cerita pada setiap malamnya. Perempuan
itu pun tak dapat menafsirkan hubungan mereka. Suatu hubungan yang unik saya
pikir...
* *
*
Cover novel ini sangat sweet, mencerminkan sekali
dengan isi cerita dalam novelnya. Menggugah rasa ingin membeli dan segera
membaca novel ini. So simple, but have many sense from the cover. Hanya
ada sebuah jendela bergaya klasik dengan sebotol wine, teringat pada
perempuan itu yang selalu duduk dekat dengan jendela kedai wine.
Menyendiri. Terasa sekali rasa kesepiannya bagi saya.
Cerita dalam novel ini tidak pasaran,
tidak klise, tidak membosankan. Sebenarnya ini adalah kisah yang simpel dan
pendek jika penulis menyajikannya dengan gaya bahasa yang ringan, mungkin hanya
sekitar 120 halaman saja. Namun novel ini disajikan dengan gaya penulisan yang
sedikit berat, perlu konsentrasi saat membaca ceritanya. Walau begitu saya menikmatinya,
karena memang ceritanya tak membosankan. Mungkin hanya satu kelemahannya, bagi
saya novel ini tidak akan pernah bisa berhenti saat membaca dan mulai terbawa
alurnya. Tapi sekali waktu saya terhenti membaca ceritanya dipertenggahan
halaman, rasa malas menyergap mengingat bahasa dalam novel ini memang berbobot
dan butuh konsentrasi saat membaca. Pun banyak sekali kata-kata yang bermakna
dalam novel ini.
Novel ini bergaya penulis luar, saya seperti
sedang membaca novel karya terjemahan. Sangat anggun dalam setiap bab
yang disajikan mbak Winna dalam pertemuan dua insan yang tidak saling
mengenal namun mereka tak menyadari bahwa sudah sejak kapan mereka
saling memiliki rasa yang tak ada dalam logika mereka.
Penulis juga dapat membawa pembaca
seolah-olah langsung melihat kejadian yang berada di kedai wine
tersebut. Saya pun seolah-olah dapat menghirup aroma arbei dalam kedai wine
itu. Saya suka dengan pendeskripsian penulis dalam menjelaskan suasana kedai wine,
juga penjelasan wine-nya sangat detail. Tidak heran jika mbak Winna
Efendi membutuhkan waktu empat tahun dalam mengumpulkan informasi tentang wine.
Karena hasilnya cukup memukau dalam mengangkat tema tentang wine.
Saya juga sedikit mengetahui beberapa nama
wine, seperti Chianti, Bourbon, Vodka, Gin, Sherry, Vermouth,
Cocktail, Chablis. Dan saya paling suka Sherry, Sherry adalah
sejenis anggur yang diproduksi di kota Jerez, Spanyol. Walau saya
tidak pernah menyicip Sherry, namun saya menyukai makna wine
tersebut. Sebagai anggur yang diperkuat, Sherry lebih dipersiapkan untuk
pelayaran laut karena memiliki katahanan yang lama. Harga dari wine Sherry
pun sangat mahal, jadi tidak sembarang orang yang dapat meminunya. Dari luar Sherry
terlihat sangat berat dan sulit untuk didapatkan. Namun setelah mendapatkannya
akan terasa terlalu ringan dan akan terus mencandu bagi peminumnya. Sedikit
banyak Sherry menggambarkan kepribadian saya.
Ini adalah beberapa kata yang menjadi
favorit saya;
“Waktu lebih baik tidak
dapat diputar kembali. Kenangan lebih baik tidak dapat disimpan seperti kaset.
Lebih baik apa adanya, mengalir seperti seharusnya.” (Hal 26)
“Cinta itu seperti segelas
Eiswein. Kesan pertama selalu manis -seperti sekeranjang aprikot
segar berpadu dengan vanili dan gulali. Meskipun sudah diteguk habis, rasanya
tersisa untuk waktu yang sangat lama, baik pahit maupun manis.” (Hal 64)
“Bukankah indah, jika kita
hidup tanpa mimpi yang muluk-muluk? Tanpa ekspetasi berlebihan yang harus
dilampaui? Karena untuk beberapa orang, mimpi adalah membuka mata dan masih
mampu melihat hari esok. Mimpi yang terlalu besar berpotensi menjadi
destruktif, membuat orang menjadi serakah dan lupa bersyukur.” (Hal 76)
“Pada awal sebuah hubungan,
dua orang memutuskan untuk saling menautkan tangan. Saat pegangan salah satunya
merenggang, menjadi tugas pasangannya untuk menariknya kembali. Namun, saat
pegangan tersebut terlepas, keduanya akan terserak ke arah yang berbeda. Pada
saat itulah, hubungan itu akan berakhir.” (Hal 119)
“Bagi dua orang yangg telah
lama bersama, tetapi tidak saling mengenal, mungkin keduanya telah lama
berjalan sendiri-sendiri, menuju arah yang berlawanan, tanpa menyadari bahwa
tangan-tangan mereka sudah lama tidak terpaut. Sementara dua orang yang tidak saling
mengenal, tetapi terus berjalan ke arah yang sama, pada akhirnya akan bertemu
pada satu titik, tanpa mereka sadari.” (Hal 119)
“Merelakan sepertinya
memiliki korelasi erat dengan melupakan. Setiap kita teringat, kita akan rindu.
Begitu rindu, maka akan timbul sesal. Saat kita menyesal, itu artinya kita
belum merelakan. Hanya jika kita mampu tersenyum pada memori itu tanpa rasa
sesal, kita telah merelakan seutuhnya.” (Hal 137)
“Cinta itu punya bentuk yang
berbeda-beda. Terasa beda dengan setiap orang.” (Hal 143)
“Cinta itu butuh keberanian.
Jika kau rasakan, peganglah. Peganglah erat-erat karena ia belum tentu akan
kembali lagi. Rasakanlah saja.” (Hal 143)
5 of 5 stars for this novel. Ini adalah novel mbak Winna Efendi yang saya suka sejauh ini. Dan satu kata untuk buku ini, elegan!
Manarik novelnya, bikin penasaran mbak erika
BalasHapusMenarik mbak, menarik sekalii ^_^
Hapusceritanya tidak pasaran, dan endingnya pun susah sekali diterka. baca mbak hihi :D
Manarik novelnya, bikin penasaran mbak erika
BalasHapusYang bikin bagus karena penulisan yang unik! Dialog tanpa tanda kutip! Hoho.
BalasHapushaha iya aku juga heran pas baca novel ini. tapi aku tetap menikmatinya :D
HapusTulisan pertama Kak Winna yang paling kusuka, dan masih menjadi paling favorit sampai sekarang ;)
BalasHapusiya ga tau kenapa tulisan yang ini itu begitu unique. walaupun bahasanya sukar untuk dicerna *cieilaah* tapi tetap bikin jatuh cinta xD
Hapus